Pages

Kamis, 02 Mei 2013

Manajemen Pendidikan Di Sekolah


1.       Konsep Dasar, Fungsi, dan Ruang Lingkup Manajemen di Sekolah

           a.      Konsep Dasar
Dalam konteks pendidikan, memang masih ditemukan kontroversi dan inkonsistensi dalam penggunaan istilah manajemen. Di satu pihak ada yang tetap cenderung menggunakan istilah manajemen, sehingga dikenal dengan istilah manajemen pendidikan. Di lain pihak, tidak sedikit pula yang menggunakan istilah administrasi sehingga dikenal istilah adminitrasi pendidikan.
Selanjutnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa pengertian umum tentang manajemen yang disampaikan oleh beberapa ahli. Dari Kathryn . M. Bartol dan David C. Martin yang dikutip oleh A.M. Kadarman SJ dan Jusuf Udaya (1995) memberikan rumusan bahwa : “Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan – tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan (controlling). Dengan demikian, manajemen adalah sebuah kegiatan yang berkesinambungan”.
Sedangkan dari Stoner sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa: Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”.

Secara khusus dalam konteks pendidikan, Djam’an Satori (1980) memberikan pengertian manajemen pendidikan dengan menggunakan istilah administrasi pendidikan yang diartikan sebagai “keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien”. Sementara itu, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan bahwa “administrasi pendidikan sebagai rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu terutama berupa lembaga pendidikan formal”.
Meski ditemukan pengertian manajemen atau administrasi yang beragam, baik yang bersifat umum maupun khusus tentang kependidikan, namun secara esensial dapat ditarik benang merah tentang pengertian manajemen pendidikan, bahwa : (1) manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan; (2) manajemen pendidikan memanfaatkan berbagai sumber daya; dan (3) manajemen pendidikan berupaya untuk mencapai tujuan tertentu.

           b.      Fungsi Manajemen
Dikemukakan di atas bahwa manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan. Kegiatan dimaksud tak lain adalah tindakan-tindakan yang mengacu kepada fungsi-fungsi manajamen. Berkenaan dengan fungsi-fungsi manajemen ini, H. Siagian (1977) mengungkapkan pandangan dari beberapa ahli, sebagai berikut:

Menurut G.R. Terry terdapat empat fungsi manajemen, yaitu :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) actuating (pelaksanaan); dan
(4) controlling (pengawasan).

Sedangkan menurut Henry Fayol terdapat lima fungsi manajemen, meliputi :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) commanding (pengaturan);
(4) coordinating (pengkoordinasian); dan
(5) controlling (pengawasan).

Sementara itu, Harold Koontz dan Cyril O’ Donnel mengemukakan lima fungsi manajemen, mencakup :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) staffing (penentuan staf);
(4) directing (pengarahan); dan

(5) controlling (pengawasan).
Selanjutnya, L. Gullick mengemukakan tujuh fungsi manajemen, yaitu :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) staffing (penentuan staf);
(4) directing (pengarahan);
(5) coordinating (pengkoordinasian);
(6) reporting (pelaporan); dan
(7) budgeting (penganggaran).
Untuk memahami lebih jauh tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan, di bawah akan dipaparkan tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan dalam perspektif persekolahan, dengan merujuk kepada pemikiran G.R. Terry, meliputi : (1) perencanaan (planning); (2) pengorganisasian (organizing); (3) pelaksanaan (actuating) dan (4) pengawasan (controlling).

1.      Perencanaan (planning)
Perencanaan tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh Louise E. Boone dan David L. Kurtz (1984) bahwa: planning may be defined as the proses by which manager set objective, asses the future, and develop course of action designed to accomplish these objective. Sedangkan T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa :“ Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Pembuatan keputusan banyak terlibat dalam fungsi ini.”
Arti penting perencanaan terutama adalah memberikan kejelasan arah bagi setiap kegiatan, sehingga setiap kegiatan dapat diusahakan dan dilaksanakan seefisien dan seefektif mungkin. T. Hani Handoko mengemukakan sembilan manfaat perencanaan bahwa perencanaan: (a) membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan; (b) membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalah-masalah utama; (c) memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran; (d) membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat; (e) memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasi; (f) memudahkan dalam melakukan koordinasi di antara berbagai bagian organisasi; (g) membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami; (h) meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti; dan (i) menghemat waktu, usaha dan dana.
Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan langkah-langkah pokok dalam perencanaan, yaitu :
1.      Penentuan tujuan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut : (a) menggunakan kata-kata yang sederhana, (b) mempunyai sifat fleksibel, (c) mempunyai sifat stabilitas, (d) ada dalam perimbangan sumber daya, dan (e) meliputi semua tindakan yang diperlukan.
2.      Pendefinisian gabungan situasi secara baik, yang meliputi unsur sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya modal.
3.      Merumuskan kegiatan yang akan dilaksanakan secara jelas dan tegas.
Hal senada dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko (1995) bahwa terdapat empat tahap dalam perencanaan, yaitu : (a) menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan; (b) merumuskan keadaan saat ini; (c) mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan; (d) mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan.
Pada bagian lain, Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan bahwa atas dasar luasnya cakupan masalah serta jangkauan yang terkandung dalam suatu perencanaan, maka perencanaan dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu : (1) rencana global yang merupakan penentuan tujuan secara menyeluruh dan jangka panjang, (2) rencana strategis merupakan rencana yang disusun guna menentukan tujuan-tujuan kegiatan atau tugas yang mempunyai arti strategis dan mempunyai dimensi jangka panjang, dan (3) rencana operasional yang merupakan rencana kegiatan-kegiatan yang berjangka pendek guna menopang pencapaian tujuan jangka panjang, baik dalam perencanaan global maupun perencanaan strategis.
Perencanaan strategik akhir-akhir ini menjadi sangat penting sejalan dengan perkembangan lingkungan yang sangat pesat dan sangat sulit diprediksikan, seperti perkembangan teknologi yang sangat pesat, pekerjaan manajerial yang semakin kompleks, dan percepatan perubahan lingkungan eksternal lainnya.
Pada bagian lain, T. Hani Handoko memaparkan secara ringkas tentang langkah-langkah dalam penyusunan perencanaan strategik, sebagai berikut:
1.      Penentuan misi dan tujuan, yang mencakup pernyataan umum tentang misi, falsafah dan tujuan. Perumusan misi dan tujuan ini merupakan tanggung jawab kunci manajer puncak. Perumusan ini dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dibawakan manajer. Nilai-nilai ini dapat mencakup masalah-masalah sosial dan etika, atau masalah-masalah umum seperti macam produk atau jasa yang akan diproduksi atau cara pengoperasian perusahaan.
2.      Pengembangan profil perusahaan, yang mencerminkan kondisi internal dan kemampuan perusahaan dan merupakan hasil analisis internal untuk mengidentifikasi tujuan dan strategi sekarang, serta memerinci kuantitas dan kualitas sumber daya -sumber daya perusahaan yang tersedia. Profil perusahaan menunjukkan kesuksesan perusahaan di masa lalu dan kemampuannya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan sebagai implementasi strategi dalam pencapaian tujuan di masa yang akan datang.
3.      Analisa lingkungan eksternal, dengan maksud untuk mengidentifikasi cara-cara dan dalam apa perubahan-perubahan lingkungan dapat mempengaruhi organisasi. Disamping itu, perusahaan perlu mengidentifikasi lingkungan lebih khusus, seperti para penyedia, pasar organisasi, para pesaing, pasar tenaga kerja dan lembaga-lembaga keuangan, di mana kekuatan-kekuatan ini akan mempengaruhi secara langsung operasi perusahaan.
Meski pendapat di atas lebih menggambarkan perencanaan strategik dalam konteks bisnis, namun secara esensial konsep perencanaan strategik ini dapat diterapkan pula dalam konteks pendidikan, khususnya pada tingkat persekolahan, karena memang pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang menghadapi berbagai tantangan internal maupun eksternal, sehingga membutuhkan perencanaan yang benar-benar dapat menjamin sustanabilitas pendidikan itu sendiri.

2.      Pengorganisasian (organizing)
Fungsi manajemen berikutnya adalah pengorganisasian (organizing). George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa : “Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu”.
Lousie E. Boone dan David L. Kurtz (1984) mengartikan pengorganisasian : “… as the act of planning and implementing organization structure. It is the process of arranging people and physical resources to carry out plans and acommplishment organizational obtective”.
Dari kedua pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya merupakan upaya untuk melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan susunan organisasi pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengorganisasian adalah bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan, dan apa targetnya.
Berkenaan dengan pengorganisasian ini, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan beberapa asas dalam organisasi, diantaranya adalah : (a) organisasi harus profesional, yaitu dengan pembagian satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan; (b) pengelompokan satuan kerja harus menggambarkan pembagian kerja; (c) organisasi harus mengatur pelimpahan wewenang dan tanggung jawab; (d) organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol; (e) organisasi harus mengandung kesatuan perintah; dan (f) organisasi harus fleksibel dan seimbang.
Ernest Dale seperti dikutip oleh T. Hani Handoko mengemukakan tiga langkah dalam proses pengorganisasian, yaitu : (a) pemerincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi; (b) pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan yang logik dapat dilaksanakan oleh satu orang; dan (c) pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan para anggota menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.

3.      Pelaksanaan (actuating)
Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling utama. Dalam fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak berhubungan dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan fungsi actuating justru lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi.
Dalam hal ini, George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut.
Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika : (1) merasa yakin akan mampu mengerjakan, (2) yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya, (3) tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting, atau mendesak, (4) tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan dan (5) hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.

4.      Pengawasan (controlling)
Pengawasan (controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan. Dalam hal ini, Louis E. Boone dan David L. Kurtz (1984) memberikan rumusan tentang pengawasan sebagai : “… the process by which manager determine wether actual operation are consistent with plans”.
Sementara itu, Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan definisi pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan, bahwa : “Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan – tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.”
Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya.
Selanjutnya dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko bahwa proses pengawasan memiliki lima tahapan, yaitu : (a) penetapan standar pelaksanaan; (b) penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan; (c) pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata; (d) pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan penyimpangan-penyimpangan; dan (e) pengambilan tindakan koreksi, bila diperlukan.
Fungsi-fungsi manajemen ini berjalan saling berinteraksi dan saling kait mengkait antara satu dengan lainnya, sehingga menghasilkan apa yang disebut dengan proses manajemen. Dengan demikian, proses manajemen sebenarnya merupakan proses interaksi antara berbagai fungsi manajemen.
Dalam perspektif persekolahan, agar tujuan pendidikan di sekolah dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka proses manajemen pendidikan memiliki peranan yang amat vital. Karena bagaimana pun sekolah merupakan suatu sistem yang di dalamnya melibatkan berbagai komponen dan sejumlah kegiatan yang perlu dikelola secara baik dan tertib. Sekolah tanpa didukung proses manajemen yang baik, boleh jadi hanya akan menghasilkan kesemrawutan lajunya organisasi, yang pada gilirannya tujuan pendidikan pun tidak akan pernah tercapai secara semestinya.
Dengan demikian, setiap kegiatan pendidikan di sekolah harus memiliki perencanaan yang jelas dan realisitis, pengorganisasian yang efektif dan efisien, pengerahan dan pemotivasian seluruh personil sekolah untuk selalu dapat meningkatkan kualitas kinerjanya, dan pengawasan secara berkelanjutan.

         c.      Ruang Lingkup
Ruang lingkup manajemen sekolah adalah luasnya bidang garapan manajemen sekolah. Dilihat dari wujud problemanya manajemen sekolah secara substansial meliputi bidang-bidang garapan antara lain :
1.          Bidang kurikulum (pengajaran).
2.          Bidang kesiswaan.
3.          Bidang personalia yang mencakup tenaga edukatif dan tenaga administrasi.
4.          Bidang sarana yang mencakup segala hal yang menunjang secara langsung pada pencapaian tujuan.
5.          Bidang prasarana yang mencakup segala hal yang menunjang secara tidak langsung pada pencapaian tujuan.
6.          Bidang hubungan dengan masyarakat, berkaitan langsung dengan bagaimana sekolah dapat menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar.
Semua bidang tersebut harus dikelola dengan memperhatikan aktivitas-aktivitas manajerial dan didukung oleh aktivitas pelaksan agar dapat terjadi sinergi dalam pencapaian tujuan sekolah.
Di lain pihak, Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas (1999) telah menerbitkan buku Panduan Manajemen Sekolah, yang didalamnya mengetengahkan bidang-bidang kegiatan manajemen pendidikan, meliputi: (1) manajemen kurikulum; (2) manajemen personalia; (3) manajemen kesiswaan; (4) manajemen keuangan; (5) manajemen perawatan preventif sarana dan prasarana sekolah.
Merujuk kepada kebijakan Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas dalam buku Panduan Manajemen Sekolah, berikut ini akan diuraikan secara ringkas tentang bidang-bidang kegiatan pendidikan di sekolah, yang mencakup :
1.      Manajemen kurikulum
Manajemen kurikulum merupakan subtansi manajemen yang utama di sekolah. Prinsip dasar manajemen kurikulum ini adalah berusaha agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan mendorong guru untuk menyusun dan terus menerus menyempurnakan strategi pembelajarannya. Tahapan manajemen kurikulum di sekolah dilakukan melalui empat tahap : (a) perencanaan; (b) pengorganisasian dan koordinasi; (c) pelaksanaan; dan (d) pengendalian.
Dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Tita Lestari (2006) mengemukakan tentang siklus manajemen kurikulum yang terdiri dari empat tahap :
    a.       Tahap perencanaan; meliputi langkah-langkah sebagai : (1) analisis kebutuhan; (2) merumuskan dan menjawab pertanyaan filosofis; (3) menentukan disain kurikulum; dan (4) membuat rencana induk (master plan): pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian.
   b.      Tahap pengembangan; meliputi langkah-langkah : (1) perumusan rasional atau dasar pemikiran; (2) perumusan visi, misi, dan tujuan; (3) penentuan struktur dan isi program; (4) pemilihan dan pengorganisasian materi; (5) pengorganisasian kegiatan pembelajaran; (6) pemilihan sumber, alat, dan sarana belajar; dan (7) penentuan cara mengukur hasil belajar.
   c.       Tahap implementasi atau pelaksanaan; meliputi langkah-langkah: (1) penyusunan rencana dan program pembelajaran (Silabus, RPP: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran); (2) penjabaran materi (kedalaman dan keluasan); (3) penentuan strategi dan metode pembelajaran; (4) penyediaan sumber, alat, dan sarana pembelajaran; (5) penentuan cara dan alat penilaian proses dan hasil belajar; dan (6) setting lingkungan pembelajaran
  d.      Tahap penilaian; terutama dilakukan untuk melihat sejauhmana kekuatan dan kelemahan dari kurikulum yang dikembangkan, baik bentuk penilaian formatif maupun sumatif. Penilailain kurikulum dapat mencakup Konteks, input, proses, produk (CIPP) : Penilaian konteks: memfokuskan pada pendekatan sistem dan tujuan, kondisi aktual, masalah-masalah dan peluang. Penilaian Input: memfokuskan pada kemampuan sistem, strategi pencapaian tujuan, implementasi design dan cost benefit dari rancangan. Penilaian proses memiliki fokus yaitu pada penyediaan informasi untuk pembuatan keputusan dalam melaksanakan program. Penilaian product berfokus pada mengukur pencapaian proses dan pada akhir program (identik dengan evaluasi sumatif).

2.      Manajemen Kesiswaan
Dalam manajemen kesiswaan terdapat empat prinsip dasar, yaitu : (a) siswa harus diperlakukan sebagai subyek dan bukan obyek, sehingga harus didorong untuk berperan serta dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan kegiatan mereka; (b) kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari kondisi fisik, kemampuan intelektual, sosial ekonomi, minat dan seterusnya. Oleh karena itu diperlukan wahana kegiatan yang beragam, sehingga setiap siswa memiliki wahana untuk berkembang secara optimal; (c) siswa hanya termotivasi belajar, jika mereka menyenangi apa yang diajarkan; dan (d) pengembangan potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif, dan psikomotor.
3.      Manajemen personalia
Terdapat empat prinsip dasar manajemen personalia yaitu :
(a) dalam mengembangkan sekolah, sumber daya manusia adalah komponen
paling berharga;
(b) sumber daya manusia akan berperan secara optimal jika dikelola dengan
baik, sehingga mendukung tujuan institusional;
     (c) kultur dan suasana organisasi di sekolah, serta perilaku manajerial
sekolah sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pengembangan sekolah; dan
     (d) manajemen personalia di sekolah pada prinsipnya mengupayakan agar setiap             
           warga dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan
           sekolah.
Disamping faktor ketersediaan sumber daya manusia, hal yang amat penting dalam manajamen personalia adalah berkenaan penguasaan kompetensi dari para personil di sekolah. Oleh karena itu, upaya pengembangan kompetensi dari setiap personil sekolah menjadi mutlak diperlukan.
4.      Manajemen keuangan
Manajemen keuangan di sekolah terutama berkenaan dengan kiat sekolah dalam menggali dana, kiat sekolah dalam mengelola dana, pengelolaan keuangan dikaitkan dengan program tahunan sekolah, cara mengadministrasikan dana sekolah, dan cara melakukan pengawasan, pengendalian serta pemeriksaan.
Inti dari manajemen keuangan adalah pencapaian efisiensi dan efektivitas. Oleh karena itu, disamping mengupayakan ketersediaan dana yang memadai untuk kebutuhan pembangunan maupun kegiatan rutin operasional di sekolah, juga perlu diperhatikan faktor akuntabilitas dan transparansi setiap penggunaan keuangan baik yang bersumber pemerintah, masyarakat dan sumber-sumber lainnya.
Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah merupakan tindakan yang dilakukan secara periodik dan terencana untuk merawat fasilitas fisik, seperti gedung, mebeler, dan peralatan sekolah lainnya, dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja, memperpanjang usia pakai, menurunkan biaya perbaikan dan menetapkan biaya efektif perawatan sarana dan pra sarana sekolah.
Dalam manajemen ini perlu dibuat program perawatan preventif di sekolah dengan cara pembentukan tim pelaksana, membuat daftar sarana dan pra saran, menyiapkan jadwal kegiatan perawatan, menyiapkan lembar evaluasi untuk menilai hasil kerja perawatan pada masing-masing bagian dan memberikan penghargaan bagi mereka yang berhasil meningkatkan kinerja peralatan sekolah dalam rangka meningkatkan kesadaran merawat sarana dan prasarana sekolah. Sedangkan untuk pelaksanaannya dilakukan : pengarahan kepada tim pelaksana, mengupayakan pemantauan bulanan ke lokasi tempat sarana dan prasarana, menyebarluaskan informasi tentang program perawatan preventif untuk seluruh warga sekolah, dan membuat program lomba perawatan terhadap sarana dan fasilitas sekolah untuk memotivasi warga sekolah.

2.       Peran Managemen Pendidikan Disekolah
Lembaga pendidikan formal atau sekolah dikonsepsikan untuk mengembangkan fungsi reproduksi, penyadaran dan mediasi secara simultan. Fungsi-fungsi sekolah itu diwadahi melalui proses pendidikan dan pembelajaran sebagai inti bisnisnya. Pada proses pendidikan dan pembelajaran itulah terjadi aktivitas kemanusiaan dan pemanusiaan sejati. Tiga pilar fungsi sekolah yakni fungsi pendidikan sebagai penyadaran; fungsi progresif pendidikan dan; fungsi mediasi pendidikan ( Danim, 2007:1). Hal tersebut nampak bahwa sekolah hanyalah salah satu dari subsistem pendidikan karena lembaga pendidikan itu sesungguhnya identik dengan jaringan-jaringan kemasyarakatan. Fungsi penyadaran atau fungsi konservatif bermakna bahwa sekolah bertanggung jawab untuk mempertahankan nilai-nilai budaya masyarakat dan membentuk kesejatian diri sebagai manusia. Pendidikan sebagai instrumen penyadaran bermakna bahwa sekolah berfungsi membangun kesadaran untuk tetap berada pada tataran sopan santun, beradab, dan bermoral di mana hal ini menjadi tugas semua orang.
Pendidikan formal, informal dan pendidikan kemasyarakatan merupakan pranata masyarakat bermoral dengan partisipasi total sebagai replica idealnya. Partisipasi anak didik dalam proses pendidikan dan pembelajaran bukan sebagai alat pendidikan, melainkan sebagai intinya. Sebagai bagian dari jaring-jaring kemasyarakatan, masyarakat pendidikan perlu mengemban tugas pembebasan, berupa penciptaan norma, aturan, prosedur, dan kebijakan baru. Orang tua, guru, dan dosen harus mampu membebaskan anak-anak dari aneka belenggu, bukan malah menindasnya dengan cara menetapkan norma tunggal atau menuntut kepatuhan secara membabi buta. Mereka perlu membangun kesadaran bagi lahirnya proses dialogis yang mengantarkan individu-individu secara bersama-sama untuk memecahkan masalah eksistensial mereka. Tidak menguntungkan jika anak dan anak didik diberi pilihan tunggal ketika mereka menghadapi fenomena relatif dan normatif, termasuk fenomena moralitas.
Di Negara kita, pelembagaan MBS dipandang urgen atau mendesak. Hal itu sejalan dengan tuntutan masyarakat agar lembaga pendidikan persekolahan dapat dikelola secara lebih demokratis dibandingkan dengan pola kerja ‘’dipandu dari atas’’ sebagaimana dianut oleh negara yang menerapkan pemerintahan sentralistik. Persoalan utama di sini bukan terletak pada apakah format manajemen sekolah yang dipandu secara sentralistik itu lebih buruk ketimbang pendekatan MBS yang memuat pesan demokratisasi pendidikan, demikian juga sebaliknya. Persoalan yang paling esensial adalah apakah dengan perubahan pendekatan manajemen sekolah itu akan bermaslahat lebih besar dibandingkan dengan format kerja secara sentralistik ini, terutama dilihat dari kepentingan pendidikan anak. Maslahat aplikasi MBS bagi peningkatan kinerja sekolah dan perbaikan mutu hasil belajar peserta didik pada sekolah-sekolah yang menerapkannya masih harus diuji di lapangan. Prakarsa menuju perbaikan mutu melalui perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi pengelolaan pendidikan tidak mungkin diperoleh secara segera. Hal ini sejalan dengan konsep Kaizen, bahwa kemajuan dicapai bukanlah sebuah lompatan besar ke depan.
Menurut Kaizen kemajuan dicapai karena perubahan-perubahan kecil yang bersifat kontinu atau tanpa henti dalam beratus-ratus dan bahkan beribu-ribu detail yang berhubungan dengan usaha menghasilkan produk atau pelayanan.
Menurut Tony Barner (1998) asumsi yang mendasari perubahan dalam Kaizen adalah bahwa kesempurnaan itu sebenarnya tidak ada. Hal ini bermakna bahwa tidak ada kemajuan, produk, hubungan, sistem, atau struktur yang bisa memenuhi ideal. Kondisi ideal itu hanyalah sebuah abstraksi yang dituju. Oleh karena itu, selalu tersedia ruang dan waktu untuk mengadakan perbaikan dan peningkatan dengan jalan melakukan modifikasi, inovasi, atau bahkan imitasi kreatif. Terlepas dari itu semua, pelembagaan MBS hampir dipastikan bahwa aplikasi MBS akan mendorong tumbuhnya lembaga pendidikan persekolahan berbasis pada masyarakat (community-based education) ataua manajemen pendidikan berbasis masyarakat (MPBM), khususnya di bidang pendanaan, fungsi kontrol, dan pengguna lulusan.
Pembentukan Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan Komite Sekolah di tingkat persekolahan merupakan salah satu bentuk bahwa pendidikan berbasis masyarakat menjadi isu sentral kita. Di dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propernas) 2000-2004 disebutkan bahwa salah satu program pembinaan pendidikan dasar dan menengah adalah mewujudkan manajemen pendidikan yang berbasis seakolah/masyarakat (school/community-based education) dengan memperkenalkan Dewan Pendidikan (dalam UU ini disebut Dewan Sekolah) di tingkat kabupaten/kota serta pemberdayaan atau pembentukan Komite Sekolah di tingkat sekolah.
Penggunaan MBS secara ekonomi mendorong masyarakat, khususnya orang tua siswa, untuk menjadi salah satu fondasi utama secara finansial bagi operasi sekolah, mengingat pendidikan persekolahan itu tidak gratis (education is not free). Pemikiran ini tidak mereduksi peran pemerintah yang dari tahaun ke tahun diharapkan dapat mengalokasikan anggaran untuk pendidikan pada kadar yang makin meningkat. Secara akademik, masyarakat akan melakukan fungsi kontrol sekaligus pengguna lulusan. Di sini akuntabilitas sekolah akan teruji. Juga secara proses, berhak mengkritisi kinerja sekolah agar lembaga milik publik ini tidak keluar dari tugas pokok dan fungsi utamanya. Dengan MBS adalah keharusan bagi masyarakat untuk menjadi fondasi sekaligus tiang penyangga utama pendidikan persekolahan yang berada pada radius tertentu tempaat masyarakat itu bermukim. Serta MBS merupakan salah satu bentuk reformasi manajemen pendidikan (reformation in education management) di tanah air.
Lebih lanjut Levacic (1995) dalam Bafadal (2003:91) proses menajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (MPMPBS) meliputi:
a.       Penetapan dan atau telaah tujuan sekolah;
b.      Review keberhasilan pelaksanaan rencana tahunan sekolah sebelumnya;
c.       Pengembangan prioritas kerja dan jadwal waktu pelaksanaan;
d.      Justifikasi program prioritas dalam kesesuaiannya dengan konteks sekolah;
e.       Perbaikan rencana dengan melengkapi berbagai aspek perencanaan;
f.       Implikasi sumber daya dalam pelaksanaan program prioritas dan;
g.       Pelaporan hasil.
Berbagai fenomena yang terlihat dalam penerapan prinsip-prinsip manajemen pendidikan berbasis sekolah, menunjukkan bahwa masih diperlukan kemauan yang kuat dari pihak pemerintah dan lingkungan sekolah dalam melakukan perubahan sistem penyelenggaraan manajemen persekolahan. Tidak mungkin melakukan perubahan secara utuh dan komprehensif, jika semua pihak yang terlibat tidak menunjukkan kemauan yang kuat untuk melakukan perubahan itu. Oleh karenanya, pengenalan secara mendalam dan mendasar tujuan penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah merupakan sebuah keharusan oleh siapa saja yang bertanggung jawab dan merasa berkepentingan terhadap pertumbuhan dan perkembangan persekolahan.
Dengan MBS unsur pokok sekolah (constituent) memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah inilah yang kemudian menjadi lembaga nonstruktural yang disebut dewan sekolah yang anggotanya terdiri dari guru, kepala sekolah, administrator, orang tua, anggota masyarakat, dan murid (Nurkolis, 2003:42).
Perluasan keikutsertaan masyarakat dalam sistem manajemen persekolahan merupakan upaya untuk meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan pendidikan. Sekolah dalam hal ini bukan lagi hanya milik sekolah tetapi hakikat sekolah sebagai sub-sistem dalam sistem masyarakat direkonstruksi sehingga fungsi pendidikan dikembalikan secara utuh dalam melestarikan nilai-nilai yang ada di masyarakat.

3.       Managemen Sistem Informasi Pendidikan (MSIP)
Suatu organisasi pendidikan akan menjalankan fungsi-fungsi operasi yang harus berjalan dalam organisasi tersebut untuk mencapai tujuan dari penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. fungsi-fungsi operasi dalam organisasi pendidikan meliputi fungsi operasi akuntansi/ keuangan, kepegawaian, akademik/Kurikulum, administrasi perkantoran, proses kegitan belajar mengajar, gedung dan ruang, perpustakaan, alumni. Untuk menjalankan fungsi-fungsi operasi tersebut dibutuhkan manajemen di mana sudah barang tentu fungsi-fungsi manajemennya harus dapat berjalan dengan baik. Fungsi-fungsi manajemen yang harus berjalan dalam menggerakan fungsi operasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan sekurang-kurangnya meliputi fungsi planning, organizing, staffing, directing, evaluating, coordinating, dan budgeting.
Fungsi menajemen memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi dan tingkat relasional yang kompleks antar fungsi operasi ketika harus menjalankan fungsi operasi tersebut yang di bangun dalam organisasi pendidikan. Ketika fungsi operasi dalam organisasi berjalan sesuai fungsi manajemen, maka akan terjadi lalulintas data dan informasi yang saling terkait dan saling membutuhkan sehingga tingkat kompleksitas relasional antar fungsi tersebut kelihatan sekali. Kompleksitas relasional data dan informasi tersebut meliputi tahap-tahap pengumpulan data, klasifikasi data, pengolahan data supaya berubah bentuk, sifat, dan kegunaan menjadi informasi, interpretasi informasi, penyimpanan informasi, penyampaian informasi atau transmisi kepada pengguna dan penggunaan informasi untuk kepentingan manajemen organisasi.
Tahapan kompleksitas relasional data dan informasi memungkinkan ditempuhnya delapan tahap penting dalam penanganan informasi, yaitu penciptan informasi, pemeliharaan saluran informasi, transmisi informasi, penerimaan informasi, penyimpanan informasi, penelusuran informasi, penggunaan informasi dan penilaian kritis serta umpan balik. Tahap-tahap tersebut menjadi sebuah bentuk manajemen sistem informasi pendidikan.
Manajemen Sistem Informasi Pendidikan (MSIP) adalah sistem yang didisain untuk kebutuhan manajemen dalam upaya mendukung fungsi-fungsi dan aktivitas manajemen pada suatu organisasi pendidikan. Jenis data dan fungsi-fungsi operasi disesuaikan dengan kebutuhan manajemen.


Dari uraian tersebut di atas dapat disebutkan bahwa wilayah garapan/pokok-pokok Menajemen Sistem Informasi Pendidikan (MSIP) meliputi ;
a.Sistem informasi Akuntansi/Keuangan,
b.Sistem Informasi Kepegawaian
c.Sistem Informasi Akademik/Kurikulum
d.Student Centered Learning melalui e-Learning
e.Sistem informasi perpustakaan
Manajemen Sistem Informasi Pendidikan (MSIP) adalah sistem yang didisain untuk kebutuhan manajemen dalam upaya mendukung fungsi-fungsi dan aktivitas manajemen pada suatu organisasi pendidikan. Maksud dilaksanakannya MSIP adalah sebagai pendukung kegiatan fungsi manajemen ; planning, organizing, staffing, directing, evaluating, coordinating, dan budgeting dalam rangka menunjang tercapainya sasaran dan tujuan fungsi-fungsi operasional dalam organisasi pendidikan.
Dengan adanya MSIP organisasi pendidikan akan merasakan beberapa manfaat sebagai berikut, pertama, tersedianya sistem pengeloaan data dan informasi pendidikan. Kedua, terintegrasinya data dan informasi pendidikan untuk mendukung proses pengambilan keputusan. Ketiga, tersedianya data dan informasi pendidikan yang lengkap bagi seluruh stakholders yang berkepentingan dalam bidang pendidikan.
MSIP digunakan oleh penggunanya sebagai alat bantu pengambil keputusan dan oleh pihak lain yang tergabung dalam inter-organizational information system sehingga organisasi pendidikan dapat berinteraksi dengan pihak berkepentingan (stakeholders).
  1. Nilai penting MSIP adalah : Sistem Informasi yang berbasis computer (computer-based information systems) memungkinkan pendelegasian kegiatan rutin. Teknologi informasi memungkinkan pengolahan data secara lebih akurat dan andal.
  2. Pembuatan keputusan akan ditunjang dengan pilihan alternatif yang lebih objektif dengan data pendukung yang lengkap
  3. Monitoring dan evaluasi memerlukan penyerapan informasi secara cepat dan efisien.
Dari uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa MSIP sangat berguna dalam meningkatkan mutu layanan pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sms Gratis

Game Hamster

ShoutMix