1.
Konsep Dasar, Fungsi, dan Ruang
Lingkup Manajemen di Sekolah
a.
Konsep Dasar
Dalam konteks
pendidikan, memang masih ditemukan kontroversi dan inkonsistensi dalam
penggunaan istilah manajemen. Di satu pihak ada yang tetap cenderung
menggunakan istilah manajemen, sehingga dikenal dengan istilah manajemen
pendidikan. Di lain pihak, tidak sedikit pula yang menggunakan istilah
administrasi sehingga dikenal istilah adminitrasi pendidikan.
Selanjutnya, di
bawah ini akan disampaikan beberapa pengertian umum tentang manajemen yang
disampaikan oleh beberapa ahli. Dari Kathryn . M. Bartol dan David C. Martin
yang dikutip oleh A.M. Kadarman SJ dan Jusuf Udaya (1995) memberikan rumusan
bahwa : “Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan – tujuan organisasi
dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan
(planning), mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan
(controlling). Dengan demikian, manajemen adalah sebuah kegiatan yang
berkesinambungan”.
Sedangkan dari
Stoner sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa: Manajemen
adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan
usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya
organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”.
Secara khusus dalam
konteks pendidikan, Djam’an Satori (1980) memberikan pengertian manajemen
pendidikan dengan menggunakan istilah administrasi pendidikan yang diartikan
sebagai “keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil
dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan secara efektif dan efisien”. Sementara itu, Hadari Nawawi
(1992) mengemukakan bahwa “administrasi pendidikan sebagai rangkaian kegiatan
atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk
mencapai tujuan pendidikan secara sistematis yang diselenggarakan di lingkungan
tertentu terutama berupa lembaga pendidikan formal”.
Meski ditemukan
pengertian manajemen atau administrasi yang beragam, baik yang bersifat umum
maupun khusus tentang kependidikan, namun secara esensial dapat ditarik benang
merah tentang pengertian manajemen pendidikan, bahwa : (1) manajemen pendidikan
merupakan suatu kegiatan; (2) manajemen pendidikan memanfaatkan berbagai sumber
daya; dan (3) manajemen pendidikan berupaya untuk mencapai tujuan tertentu.
b. Fungsi Manajemen
Dikemukakan di atas
bahwa manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan. Kegiatan dimaksud tak lain
adalah tindakan-tindakan yang mengacu kepada fungsi-fungsi manajamen. Berkenaan
dengan fungsi-fungsi manajemen ini, H. Siagian (1977) mengungkapkan pandangan
dari beberapa ahli, sebagai berikut:
Menurut
G.R. Terry terdapat empat fungsi manajemen, yaitu :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) actuating (pelaksanaan); dan
(4) controlling (pengawasan).
Sedangkan
menurut Henry Fayol terdapat lima fungsi manajemen, meliputi :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) commanding (pengaturan);
(4) coordinating (pengkoordinasian); dan
(5) controlling (pengawasan).
Sementara itu, Harold Koontz dan Cyril O’ Donnel
mengemukakan lima fungsi manajemen, mencakup :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) staffing (penentuan staf);
(4) directing (pengarahan); dan
(5) controlling (pengawasan).
Selanjutnya,
L. Gullick mengemukakan tujuh fungsi manajemen, yaitu :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) staffing (penentuan staf);
(4) directing (pengarahan);
(5) coordinating (pengkoordinasian);
(6) reporting (pelaporan); dan
(7) budgeting (penganggaran).
Untuk memahami
lebih jauh tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan, di bawah akan dipaparkan
tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan dalam perspektif persekolahan,
dengan merujuk kepada pemikiran G.R. Terry, meliputi : (1) perencanaan
(planning); (2) pengorganisasian (organizing); (3) pelaksanaan (actuating) dan
(4) pengawasan (controlling).
1. Perencanaan
(planning)
Perencanaan tidak
lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara
untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh Louise E. Boone
dan David L. Kurtz (1984) bahwa: planning may be defined as the proses by which
manager set objective, asses the future, and develop course of action designed
to accomplish these objective. Sedangkan T. Hani Handoko (1995) mengemukakan
bahwa :“ Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan
organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur,
metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
Pembuatan keputusan banyak terlibat dalam fungsi ini.”
Arti penting
perencanaan terutama adalah memberikan kejelasan arah bagi setiap kegiatan,
sehingga setiap kegiatan dapat diusahakan dan dilaksanakan seefisien dan seefektif
mungkin. T. Hani Handoko mengemukakan sembilan manfaat perencanaan bahwa
perencanaan: (a) membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan lingkungan; (b) membantu dalam kristalisasi persesuaian
pada masalah-masalah utama; (c) memungkinkan manajer memahami keseluruhan
gambaran; (d) membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat; (e) memberikan
cara pemberian perintah untuk beroperasi; (f) memudahkan dalam melakukan
koordinasi di antara berbagai bagian organisasi; (g) membuat tujuan lebih
khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami; (h) meminimumkan pekerjaan yang
tidak pasti; dan (i) menghemat waktu, usaha dan dana.
Indriyo Gito
Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan langkah-langkah pokok dalam
perencanaan, yaitu :
1.
Penentuan
tujuan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut : (a) menggunakan kata-kata
yang sederhana, (b) mempunyai sifat fleksibel, (c) mempunyai sifat stabilitas,
(d) ada dalam perimbangan sumber daya, dan (e) meliputi semua tindakan yang
diperlukan.
2.
Pendefinisian
gabungan situasi secara baik, yang meliputi unsur sumber daya manusia, sumber
daya alam, dan sumber daya modal.
3.
Merumuskan
kegiatan yang akan dilaksanakan secara jelas dan tegas.
Hal senada
dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko (1995) bahwa terdapat empat tahap dalam
perencanaan, yaitu : (a) menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan; (b)
merumuskan keadaan saat ini; (c) mengidentifikasi segala kemudahan dan
hambatan; (d) mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian
tujuan.
Pada bagian lain,
Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan bahwa atas dasar
luasnya cakupan masalah serta jangkauan yang terkandung dalam suatu
perencanaan, maka perencanaan dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu : (1)
rencana global yang merupakan penentuan tujuan secara menyeluruh dan jangka
panjang, (2) rencana strategis merupakan rencana yang disusun guna menentukan
tujuan-tujuan kegiatan atau tugas yang mempunyai arti strategis dan mempunyai
dimensi jangka panjang, dan (3) rencana operasional yang merupakan rencana
kegiatan-kegiatan yang berjangka pendek guna menopang pencapaian tujuan jangka
panjang, baik dalam perencanaan global maupun perencanaan strategis.
Perencanaan
strategik akhir-akhir ini menjadi sangat penting sejalan dengan perkembangan
lingkungan yang sangat pesat dan sangat sulit diprediksikan, seperti
perkembangan teknologi yang sangat pesat, pekerjaan manajerial yang semakin
kompleks, dan percepatan perubahan lingkungan eksternal lainnya.
Pada bagian lain,
T. Hani Handoko memaparkan secara ringkas tentang langkah-langkah dalam
penyusunan perencanaan strategik, sebagai berikut:
1.
Penentuan
misi dan tujuan, yang mencakup pernyataan umum tentang misi, falsafah dan
tujuan. Perumusan misi dan tujuan ini merupakan tanggung jawab kunci manajer
puncak. Perumusan ini dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dibawakan manajer.
Nilai-nilai ini dapat mencakup masalah-masalah sosial dan etika, atau
masalah-masalah umum seperti macam produk atau jasa yang akan diproduksi atau
cara pengoperasian perusahaan.
2.
Pengembangan
profil perusahaan, yang mencerminkan kondisi internal dan kemampuan perusahaan
dan merupakan hasil analisis internal untuk mengidentifikasi tujuan dan
strategi sekarang, serta memerinci kuantitas dan kualitas sumber daya -sumber
daya perusahaan yang tersedia. Profil perusahaan menunjukkan kesuksesan
perusahaan di masa lalu dan kemampuannya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan
sebagai implementasi strategi dalam pencapaian tujuan di masa yang akan datang.
3.
Analisa
lingkungan eksternal, dengan maksud untuk mengidentifikasi cara-cara dan dalam
apa perubahan-perubahan lingkungan dapat mempengaruhi organisasi. Disamping
itu, perusahaan perlu mengidentifikasi lingkungan lebih khusus, seperti para
penyedia, pasar organisasi, para pesaing, pasar tenaga kerja dan
lembaga-lembaga keuangan, di mana kekuatan-kekuatan ini akan mempengaruhi
secara langsung operasi perusahaan.
Meski pendapat di
atas lebih menggambarkan perencanaan strategik dalam konteks bisnis, namun
secara esensial konsep perencanaan strategik ini dapat diterapkan pula dalam
konteks pendidikan, khususnya pada tingkat persekolahan, karena memang
pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang menghadapi berbagai tantangan
internal maupun eksternal, sehingga membutuhkan perencanaan yang benar-benar
dapat menjamin sustanabilitas pendidikan itu sendiri.
2. Pengorganisasian
(organizing)
Fungsi manajemen
berikutnya adalah pengorganisasian (organizing). George R. Terry (1986)
mengemukakan bahwa : “Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan
kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerja sama
secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas
tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran
tertentu”.
Lousie E. Boone dan
David L. Kurtz (1984) mengartikan pengorganisasian : “… as the act of planning
and implementing organization structure. It is the process of arranging people
and physical resources to carry out plans and acommplishment organizational
obtective”.
Dari kedua pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya merupakan upaya untuk melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan susunan organisasi pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengorganisasian adalah bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan, dan apa targetnya.
Dari kedua pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya merupakan upaya untuk melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan susunan organisasi pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengorganisasian adalah bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan, dan apa targetnya.
Berkenaan dengan
pengorganisasian ini, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan beberapa asas dalam
organisasi, diantaranya adalah : (a) organisasi harus profesional, yaitu dengan
pembagian satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan; (b) pengelompokan satuan
kerja harus menggambarkan pembagian kerja; (c) organisasi harus mengatur
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab; (d) organisasi harus mencerminkan
rentangan kontrol; (e) organisasi harus mengandung kesatuan perintah; dan (f)
organisasi harus fleksibel dan seimbang.
Ernest Dale seperti
dikutip oleh T. Hani Handoko mengemukakan tiga langkah dalam proses
pengorganisasian, yaitu : (a) pemerincian seluruh pekerjaan yang harus
dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi; (b) pembagian beban pekerjaan
total menjadi kegiatan-kegiatan yang logik dapat dilaksanakan oleh satu orang;
dan (c) pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan
pekerjaan para anggota menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.
3. Pelaksanaan
(actuating)
Dari seluruh
rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi manajemen
yang paling utama. Dalam fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak
berhubungan dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan fungsi
actuating justru lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung
dengan orang-orang dalam organisasi.
Dalam hal ini,
George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan
anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan
berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota
perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai
sasaran-sasaran tersebut.
Dari pengertian di
atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan
perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan
pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal
sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya. Hal yang penting untuk
diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan
akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika : (1) merasa yakin akan mampu
mengerjakan, (2) yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi
dirinya, (3) tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang
lebih penting, atau mendesak, (4) tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi
yang bersangkutan dan (5) hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.
4. Pengawasan
(controlling)
Pengawasan
(controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam
suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai
fungsi pengawasan. Dalam hal ini, Louis E. Boone dan David L. Kurtz (1984)
memberikan rumusan tentang pengawasan sebagai : “… the process by which manager
determine wether actual operation are consistent with plans”.
Sementara itu,
Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko (1995)
mengemukakan definisi pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial proses
pengawasan, bahwa : “Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk
menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan – tujuan perencanaan, merancang
sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang
telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan,
serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua
sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien
dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.”
Dengan demikian,
pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar
pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan
organisasi tercapai. Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan
itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya.
Selanjutnya
dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko bahwa proses pengawasan memiliki lima
tahapan, yaitu : (a) penetapan standar pelaksanaan; (b) penentuan pengukuran
pelaksanaan kegiatan; (c) pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata; (d)
pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan
penyimpangan-penyimpangan; dan (e) pengambilan tindakan koreksi, bila
diperlukan.
Fungsi-fungsi manajemen
ini berjalan saling berinteraksi dan saling kait mengkait antara satu dengan
lainnya, sehingga menghasilkan apa yang disebut dengan proses manajemen. Dengan
demikian, proses manajemen sebenarnya merupakan proses interaksi antara
berbagai fungsi manajemen.
Dalam perspektif
persekolahan, agar tujuan pendidikan di sekolah dapat tercapai secara efektif
dan efisien, maka proses manajemen pendidikan memiliki peranan yang amat vital.
Karena bagaimana pun sekolah merupakan suatu sistem yang di dalamnya melibatkan
berbagai komponen dan sejumlah kegiatan yang perlu dikelola secara baik dan
tertib. Sekolah tanpa didukung proses manajemen yang baik, boleh jadi hanya
akan menghasilkan kesemrawutan lajunya organisasi, yang pada gilirannya tujuan
pendidikan pun tidak akan pernah tercapai secara semestinya.
Dengan demikian,
setiap kegiatan pendidikan di sekolah harus memiliki perencanaan yang jelas dan
realisitis, pengorganisasian yang efektif dan efisien, pengerahan dan
pemotivasian seluruh personil sekolah untuk selalu dapat meningkatkan kualitas
kinerjanya, dan pengawasan secara berkelanjutan.
c. Ruang Lingkup
Ruang lingkup
manajemen sekolah adalah luasnya bidang garapan manajemen sekolah. Dilihat dari
wujud problemanya manajemen sekolah secara substansial meliputi bidang-bidang
garapan antara lain :
1.
Bidang
kurikulum (pengajaran).
2.
Bidang
kesiswaan.
3.
Bidang
personalia yang mencakup tenaga edukatif dan tenaga administrasi.
4.
Bidang
sarana yang mencakup segala hal yang menunjang secara langsung pada pencapaian
tujuan.
5.
Bidang
prasarana yang mencakup segala hal yang menunjang secara tidak langsung pada
pencapaian tujuan.
6.
Bidang
hubungan dengan masyarakat, berkaitan langsung dengan bagaimana sekolah dapat
menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar.
Semua bidang
tersebut harus dikelola dengan memperhatikan aktivitas-aktivitas manajerial dan
didukung oleh aktivitas pelaksan agar dapat terjadi sinergi dalam pencapaian
tujuan sekolah.
Di lain pihak,
Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas (1999) telah menerbitkan buku Panduan
Manajemen Sekolah, yang didalamnya mengetengahkan bidang-bidang kegiatan
manajemen pendidikan, meliputi: (1) manajemen kurikulum; (2) manajemen
personalia; (3) manajemen kesiswaan; (4) manajemen keuangan; (5) manajemen
perawatan preventif sarana dan prasarana sekolah.
Merujuk kepada
kebijakan Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas dalam buku Panduan
Manajemen Sekolah, berikut ini akan diuraikan secara ringkas tentang
bidang-bidang kegiatan pendidikan di sekolah, yang mencakup :
1.
Manajemen
kurikulum
Manajemen kurikulum
merupakan subtansi manajemen yang utama di sekolah. Prinsip dasar manajemen
kurikulum ini adalah berusaha agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan
baik, dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan mendorong guru untuk menyusun
dan terus menerus menyempurnakan strategi pembelajarannya. Tahapan manajemen
kurikulum di sekolah dilakukan melalui empat tahap : (a) perencanaan; (b)
pengorganisasian dan koordinasi; (c) pelaksanaan; dan (d) pengendalian.
Dalam konteks
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Tita Lestari (2006) mengemukakan
tentang siklus manajemen kurikulum yang terdiri dari empat tahap :
a.
Tahap
perencanaan; meliputi langkah-langkah sebagai : (1) analisis kebutuhan; (2)
merumuskan dan menjawab pertanyaan filosofis; (3) menentukan disain kurikulum;
dan (4) membuat rencana induk (master plan): pengembangan, pelaksanaan, dan
penilaian.
b.
Tahap
pengembangan; meliputi langkah-langkah : (1) perumusan rasional atau dasar
pemikiran; (2) perumusan visi, misi, dan tujuan; (3) penentuan struktur dan isi
program; (4) pemilihan dan pengorganisasian materi; (5) pengorganisasian
kegiatan pembelajaran; (6) pemilihan sumber, alat, dan sarana belajar; dan (7)
penentuan cara mengukur hasil belajar.
c.
Tahap
implementasi atau pelaksanaan; meliputi langkah-langkah: (1) penyusunan rencana
dan program pembelajaran (Silabus, RPP: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran); (2)
penjabaran materi (kedalaman dan keluasan); (3) penentuan strategi dan metode
pembelajaran; (4) penyediaan sumber, alat, dan sarana pembelajaran; (5)
penentuan cara dan alat penilaian proses dan hasil belajar; dan (6) setting
lingkungan pembelajaran
d.
Tahap
penilaian; terutama dilakukan untuk melihat sejauhmana kekuatan dan kelemahan
dari kurikulum yang dikembangkan, baik bentuk penilaian formatif maupun
sumatif. Penilailain kurikulum dapat mencakup Konteks, input, proses, produk
(CIPP) : Penilaian konteks: memfokuskan pada pendekatan sistem dan tujuan,
kondisi aktual, masalah-masalah dan peluang. Penilaian Input: memfokuskan pada
kemampuan sistem, strategi pencapaian tujuan, implementasi design dan cost
benefit dari rancangan. Penilaian proses memiliki fokus yaitu pada penyediaan
informasi untuk pembuatan keputusan dalam melaksanakan program. Penilaian
product berfokus pada mengukur pencapaian proses dan pada akhir program
(identik dengan evaluasi sumatif).
2.
Manajemen
Kesiswaan
Dalam manajemen
kesiswaan terdapat empat prinsip dasar, yaitu : (a) siswa harus diperlakukan
sebagai subyek dan bukan obyek, sehingga harus didorong untuk berperan serta
dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan kegiatan
mereka; (b) kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari kondisi fisik,
kemampuan intelektual, sosial ekonomi, minat dan seterusnya. Oleh karena itu
diperlukan wahana kegiatan yang beragam, sehingga setiap siswa memiliki wahana
untuk berkembang secara optimal; (c) siswa hanya termotivasi belajar, jika
mereka menyenangi apa yang diajarkan; dan (d) pengembangan potensi siswa tidak
hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif, dan psikomotor.
3.
Manajemen
personalia
Terdapat empat prinsip dasar manajemen personalia yaitu :
(a) dalam mengembangkan sekolah, sumber daya manusia
adalah komponen
paling berharga;
(b) sumber daya manusia akan berperan secara optimal jika
dikelola dengan
baik, sehingga mendukung tujuan institusional;
(c) kultur dan
suasana organisasi di sekolah, serta perilaku manajerial
sekolah sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pengembangan
sekolah; dan
(d) manajemen
personalia di sekolah pada prinsipnya mengupayakan agar setiap
warga
dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan
sekolah.
Disamping faktor
ketersediaan sumber daya manusia, hal yang amat penting dalam manajamen
personalia adalah berkenaan penguasaan kompetensi dari para personil di
sekolah. Oleh karena itu, upaya pengembangan kompetensi dari setiap personil
sekolah menjadi mutlak diperlukan.
4.
Manajemen
keuangan
Manajemen keuangan
di sekolah terutama berkenaan dengan kiat sekolah dalam menggali dana, kiat
sekolah dalam mengelola dana, pengelolaan keuangan dikaitkan dengan program
tahunan sekolah, cara mengadministrasikan dana sekolah, dan cara melakukan
pengawasan, pengendalian serta pemeriksaan.
Inti dari manajemen
keuangan adalah pencapaian efisiensi dan efektivitas. Oleh karena itu,
disamping mengupayakan ketersediaan dana yang memadai untuk kebutuhan
pembangunan maupun kegiatan rutin operasional di sekolah, juga perlu
diperhatikan faktor akuntabilitas dan transparansi setiap penggunaan keuangan
baik yang bersumber pemerintah, masyarakat dan sumber-sumber lainnya.
Manajemen perawatan
preventif sarana dan prasana sekolah merupakan tindakan yang dilakukan secara
periodik dan terencana untuk merawat fasilitas fisik, seperti gedung, mebeler,
dan peralatan sekolah lainnya, dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja,
memperpanjang usia pakai, menurunkan biaya perbaikan dan menetapkan biaya
efektif perawatan sarana dan pra sarana sekolah.
Dalam manajemen ini
perlu dibuat program perawatan preventif di sekolah dengan cara pembentukan tim
pelaksana, membuat daftar sarana dan pra saran, menyiapkan jadwal kegiatan
perawatan, menyiapkan lembar evaluasi untuk menilai hasil kerja perawatan pada
masing-masing bagian dan memberikan penghargaan bagi mereka yang berhasil
meningkatkan kinerja peralatan sekolah dalam rangka meningkatkan kesadaran
merawat sarana dan prasarana sekolah. Sedangkan untuk pelaksanaannya dilakukan
: pengarahan kepada tim pelaksana, mengupayakan pemantauan bulanan ke lokasi
tempat sarana dan prasarana, menyebarluaskan informasi tentang program
perawatan preventif untuk seluruh warga sekolah, dan membuat program lomba
perawatan terhadap sarana dan fasilitas sekolah untuk memotivasi warga sekolah.
2.
Peran Managemen Pendidikan
Disekolah
Lembaga pendidikan formal atau sekolah dikonsepsikan
untuk mengembangkan fungsi reproduksi, penyadaran dan mediasi secara simultan.
Fungsi-fungsi sekolah itu diwadahi melalui proses pendidikan dan pembelajaran
sebagai inti bisnisnya. Pada proses pendidikan dan pembelajaran itulah terjadi
aktivitas kemanusiaan dan pemanusiaan sejati. Tiga pilar fungsi sekolah yakni
fungsi pendidikan sebagai penyadaran; fungsi progresif pendidikan dan; fungsi
mediasi pendidikan ( Danim, 2007:1). Hal tersebut nampak bahwa sekolah hanyalah
salah satu dari subsistem pendidikan karena lembaga pendidikan itu sesungguhnya
identik dengan jaringan-jaringan kemasyarakatan. Fungsi penyadaran atau fungsi
konservatif bermakna bahwa sekolah bertanggung jawab untuk mempertahankan
nilai-nilai budaya masyarakat dan membentuk kesejatian diri sebagai manusia.
Pendidikan sebagai instrumen penyadaran bermakna bahwa sekolah berfungsi
membangun kesadaran untuk tetap berada pada tataran sopan santun, beradab, dan
bermoral di mana hal ini menjadi tugas semua orang.
Pendidikan formal, informal dan pendidikan kemasyarakatan
merupakan pranata masyarakat bermoral dengan partisipasi total sebagai replica
idealnya. Partisipasi anak didik dalam proses pendidikan dan pembelajaran bukan
sebagai alat pendidikan, melainkan sebagai intinya. Sebagai bagian dari
jaring-jaring kemasyarakatan, masyarakat pendidikan perlu mengemban tugas
pembebasan, berupa penciptaan norma, aturan, prosedur, dan kebijakan baru.
Orang tua, guru, dan dosen harus mampu membebaskan anak-anak dari aneka
belenggu, bukan malah menindasnya dengan cara menetapkan norma tunggal atau
menuntut kepatuhan secara membabi buta. Mereka perlu membangun kesadaran bagi
lahirnya proses dialogis yang mengantarkan individu-individu secara
bersama-sama untuk memecahkan masalah eksistensial mereka. Tidak menguntungkan
jika anak dan anak didik diberi pilihan tunggal ketika mereka menghadapi
fenomena relatif dan normatif, termasuk fenomena moralitas.
Di Negara kita, pelembagaan MBS dipandang urgen atau
mendesak. Hal itu sejalan dengan tuntutan masyarakat agar lembaga pendidikan
persekolahan dapat dikelola secara lebih demokratis dibandingkan dengan pola
kerja ‘’dipandu dari atas’’ sebagaimana dianut oleh negara yang menerapkan
pemerintahan sentralistik. Persoalan utama di sini bukan terletak pada apakah
format manajemen sekolah yang dipandu secara sentralistik itu lebih buruk
ketimbang pendekatan MBS yang memuat pesan demokratisasi pendidikan, demikian
juga sebaliknya. Persoalan yang paling esensial adalah apakah dengan perubahan
pendekatan manajemen sekolah itu akan bermaslahat lebih besar dibandingkan
dengan format kerja secara sentralistik ini, terutama dilihat dari kepentingan
pendidikan anak. Maslahat aplikasi MBS bagi peningkatan kinerja sekolah dan
perbaikan mutu hasil belajar peserta didik pada sekolah-sekolah yang
menerapkannya masih harus diuji di lapangan. Prakarsa menuju perbaikan mutu
melalui perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi pengelolaan pendidikan
tidak mungkin diperoleh secara segera. Hal ini sejalan dengan konsep Kaizen,
bahwa kemajuan dicapai bukanlah sebuah lompatan besar ke depan.
Menurut Kaizen kemajuan dicapai karena
perubahan-perubahan kecil yang bersifat kontinu atau tanpa henti dalam
beratus-ratus dan bahkan beribu-ribu detail yang berhubungan dengan usaha
menghasilkan produk atau pelayanan.
Menurut Tony Barner (1998) asumsi yang mendasari
perubahan dalam Kaizen adalah bahwa kesempurnaan itu sebenarnya tidak ada. Hal
ini bermakna bahwa tidak ada kemajuan, produk, hubungan, sistem, atau struktur
yang bisa memenuhi ideal. Kondisi ideal itu hanyalah sebuah abstraksi yang
dituju. Oleh karena itu, selalu tersedia ruang dan waktu untuk mengadakan
perbaikan dan peningkatan dengan jalan melakukan modifikasi, inovasi, atau
bahkan imitasi kreatif. Terlepas dari itu semua, pelembagaan MBS hampir
dipastikan bahwa aplikasi MBS akan mendorong tumbuhnya lembaga pendidikan
persekolahan berbasis pada masyarakat (community-based education) ataua
manajemen pendidikan berbasis masyarakat (MPBM), khususnya di bidang pendanaan,
fungsi kontrol, dan pengguna lulusan.
Pembentukan Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota
dan Komite Sekolah di tingkat persekolahan merupakan salah satu bentuk bahwa
pendidikan berbasis masyarakat menjadi isu sentral kita. Di dalam Undang-Undang
No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propernas) 2000-2004
disebutkan bahwa salah satu program pembinaan pendidikan dasar dan menengah
adalah mewujudkan manajemen pendidikan yang berbasis seakolah/masyarakat
(school/community-based education) dengan memperkenalkan Dewan Pendidikan
(dalam UU ini disebut Dewan Sekolah) di tingkat kabupaten/kota serta
pemberdayaan atau pembentukan Komite Sekolah di tingkat sekolah.
Penggunaan MBS secara ekonomi mendorong masyarakat,
khususnya orang tua siswa, untuk menjadi salah satu fondasi utama secara
finansial bagi operasi sekolah, mengingat pendidikan persekolahan itu tidak
gratis (education is not free). Pemikiran ini tidak mereduksi peran pemerintah
yang dari tahaun ke tahun diharapkan dapat mengalokasikan anggaran untuk
pendidikan pada kadar yang makin meningkat. Secara akademik, masyarakat akan
melakukan fungsi kontrol sekaligus pengguna lulusan. Di sini akuntabilitas
sekolah akan teruji. Juga secara proses, berhak mengkritisi kinerja sekolah
agar lembaga milik publik ini tidak keluar dari tugas pokok dan fungsi
utamanya. Dengan MBS adalah keharusan bagi masyarakat untuk menjadi fondasi
sekaligus tiang penyangga utama pendidikan persekolahan yang berada pada radius
tertentu tempaat masyarakat itu bermukim. Serta MBS merupakan salah satu bentuk
reformasi manajemen pendidikan (reformation in education management) di tanah
air.
Lebih lanjut
Levacic (1995) dalam Bafadal (2003:91) proses menajemen peningkatan mutu
pendidikan berbasis sekolah (MPMPBS) meliputi:
a.
Penetapan dan atau telaah tujuan
sekolah;
b.
Review keberhasilan pelaksanaan rencana
tahunan sekolah sebelumnya;
c.
Pengembangan prioritas kerja dan jadwal
waktu pelaksanaan;
d.
Justifikasi program prioritas dalam
kesesuaiannya dengan konteks sekolah;
e.
Perbaikan rencana dengan melengkapi
berbagai aspek perencanaan;
f.
Implikasi sumber daya dalam pelaksanaan
program prioritas dan;
g.
Pelaporan hasil.
Berbagai fenomena yang terlihat dalam penerapan
prinsip-prinsip manajemen pendidikan berbasis sekolah, menunjukkan bahwa masih
diperlukan kemauan yang kuat dari pihak pemerintah dan lingkungan sekolah dalam
melakukan perubahan sistem penyelenggaraan manajemen persekolahan. Tidak
mungkin melakukan perubahan secara utuh dan komprehensif, jika semua pihak yang
terlibat tidak menunjukkan kemauan yang kuat untuk melakukan perubahan itu.
Oleh karenanya, pengenalan secara mendalam dan mendasar tujuan penerapan
manajemen pendidikan berbasis sekolah merupakan sebuah keharusan oleh siapa
saja yang bertanggung jawab dan merasa berkepentingan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan persekolahan.
Dengan MBS unsur pokok sekolah (constituent) memegang
kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah
inilah yang kemudian menjadi lembaga nonstruktural yang disebut dewan sekolah
yang anggotanya terdiri dari guru, kepala sekolah, administrator, orang tua,
anggota masyarakat, dan murid (Nurkolis, 2003:42).
Perluasan keikutsertaan masyarakat dalam sistem manajemen
persekolahan merupakan upaya untuk meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan
pendidikan. Sekolah dalam hal ini bukan lagi hanya milik sekolah tetapi hakikat
sekolah sebagai sub-sistem dalam sistem masyarakat direkonstruksi sehingga
fungsi pendidikan dikembalikan secara utuh dalam melestarikan nilai-nilai yang
ada di masyarakat.
3.
Managemen Sistem Informasi
Pendidikan (MSIP)
Suatu organisasi pendidikan
akan menjalankan fungsi-fungsi operasi yang harus berjalan dalam organisasi
tersebut untuk mencapai tujuan dari penyelenggaraan pendidikan itu sendiri.
fungsi-fungsi operasi dalam organisasi pendidikan meliputi fungsi operasi akuntansi/
keuangan, kepegawaian, akademik/Kurikulum, administrasi perkantoran, proses
kegitan belajar mengajar, gedung dan ruang, perpustakaan, alumni. Untuk
menjalankan fungsi-fungsi operasi tersebut dibutuhkan manajemen di mana sudah
barang tentu fungsi-fungsi manajemennya harus dapat berjalan dengan baik.
Fungsi-fungsi manajemen yang harus berjalan dalam menggerakan fungsi operasi
untuk mencapai tujuan yang diharapkan sekurang-kurangnya meliputi fungsi planning, organizing, staffing, directing, evaluating, coordinating,
dan budgeting.
Fungsi menajemen memiliki
tingkat kompleksitas yang tinggi dan tingkat relasional yang kompleks antar
fungsi operasi ketika harus menjalankan fungsi operasi tersebut yang di bangun
dalam organisasi pendidikan. Ketika fungsi operasi dalam organisasi berjalan
sesuai fungsi manajemen, maka akan terjadi lalulintas data dan informasi yang
saling terkait dan saling membutuhkan sehingga tingkat kompleksitas relasional
antar fungsi tersebut kelihatan sekali. Kompleksitas relasional data dan
informasi tersebut meliputi tahap-tahap pengumpulan data, klasifikasi data,
pengolahan data supaya berubah bentuk, sifat, dan kegunaan menjadi informasi,
interpretasi informasi, penyimpanan informasi, penyampaian informasi atau
transmisi kepada pengguna dan penggunaan informasi untuk kepentingan manajemen
organisasi.
Tahapan kompleksitas
relasional data dan informasi memungkinkan ditempuhnya delapan tahap penting
dalam penanganan informasi, yaitu penciptan informasi, pemeliharaan saluran
informasi, transmisi informasi, penerimaan informasi, penyimpanan informasi,
penelusuran informasi, penggunaan informasi dan penilaian kritis serta umpan
balik. Tahap-tahap tersebut menjadi sebuah bentuk manajemen sistem informasi
pendidikan.
Manajemen Sistem Informasi
Pendidikan (MSIP) adalah sistem yang didisain untuk kebutuhan manajemen dalam
upaya mendukung fungsi-fungsi dan aktivitas manajemen pada suatu organisasi
pendidikan. Jenis data dan fungsi-fungsi operasi disesuaikan dengan kebutuhan
manajemen.
Dari uraian tersebut di atas
dapat disebutkan bahwa wilayah garapan/pokok-pokok Menajemen Sistem Informasi
Pendidikan (MSIP) meliputi ;
a.Sistem
informasi Akuntansi/Keuangan,
b.Sistem
Informasi Kepegawaian
c.Sistem
Informasi Akademik/Kurikulum
d.Student
Centered Learning melalui e-Learning
e.Sistem
informasi perpustakaan
Manajemen
Sistem Informasi Pendidikan (MSIP) adalah sistem yang didisain untuk kebutuhan
manajemen dalam upaya mendukung fungsi-fungsi dan aktivitas manajemen pada
suatu organisasi pendidikan. Maksud dilaksanakannya MSIP adalah sebagai
pendukung kegiatan fungsi manajemen ; planning, organizing, staffing,
directing, evaluating, coordinating, dan budgeting dalam rangka menunjang
tercapainya sasaran dan tujuan fungsi-fungsi operasional dalam organisasi
pendidikan.
Dengan adanya
MSIP organisasi pendidikan akan merasakan beberapa manfaat sebagai berikut,
pertama, tersedianya sistem pengeloaan data dan informasi pendidikan. Kedua,
terintegrasinya data dan informasi pendidikan untuk mendukung proses pengambilan
keputusan. Ketiga, tersedianya data dan informasi pendidikan yang lengkap bagi
seluruh stakholders yang berkepentingan dalam bidang pendidikan.
MSIP digunakan
oleh penggunanya sebagai alat bantu pengambil keputusan dan oleh pihak lain
yang tergabung dalam inter-organizational information system sehingga
organisasi pendidikan dapat berinteraksi dengan pihak berkepentingan
(stakeholders).
- Nilai penting MSIP adalah : Sistem Informasi yang
berbasis computer (computer-based information systems) memungkinkan
pendelegasian kegiatan rutin. Teknologi informasi memungkinkan pengolahan
data secara lebih akurat dan andal.
- Pembuatan keputusan akan ditunjang dengan pilihan
alternatif yang lebih objektif dengan data pendukung yang lengkap
- Monitoring dan evaluasi memerlukan penyerapan
informasi secara cepat dan efisien.
Dari uraian di
atas, dapat dijelaskan bahwa MSIP sangat berguna dalam meningkatkan mutu
layanan pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar