Istilah
media berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari “medium” yang
secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Makna umumnya adalah segala
sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima
informasi. Istilah media ini sangat populer dalam bidang komunikasi. Proses
belajar mengajar pada dasarnya juga merupakan proses komunikasi, sehingga media
yang digunakan dalam pembelajaran disebut media pembelajaran.
Banyak
ahli yang memberikan batasan tentang media pembelajaran. AECT misalnya,
mengatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan orang
untuk menyalurkan pesan. Gagne mengartikan media sebagai jenis komponen dalam
lingkungan siswa yang dapat merangsang mereka untuk belajar. Senada dengan itu,
Briggs mengartikan media sebagai alat untuk memebrikan perangsang bagi siswa
agar terjadi proses belajar. bAgaimana hubungan media pembelajaran dengan media
pendidikan?
Media
pendidikan, tentu saja media yang digunakan dalam proses dan untuk mencapai
tujuan pendidikan. Pada hakekatnya media pendidikan juga merupakan media
komunikasi, karena proses pendidikan juga merupakan proses komunikasi. Apabila
kita bandingkan dengan media pembelajaran, maka media pendidikan sifatnya lebih
umum, sebagaimana pengertian pendidikan itu sendiri. Sedangkan media
pembelajaran sifatnya lebih mengkhusus, maksudnya media pendidikan secara
khusus digunakan untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang telah dirumuskan
secara khusus. Tidak semua media pendidikan adalah media pembelajaran, tetapi
setiap media pembelajaran pasti termasuk media pendidikan.
Apa pula
bedanya dengan alat peraga, alat bantu guru (teaching aids), alat bantu audio
visual (AVA), atau alat bantu belajar yang selama ini sering juga kita dengar?
Pada dasarnya, semua istilah itu dapat kita masukkan dalam konsep media, karena
konsep media merupakan perkembangan lebih lanjut dari konsep-konsep tersebut.
Alat
peraga adalah alat (benda) yang digunakan untuk memperagakan fakta, konsep,
prinsip atau prosedur tertentu agar tampak lebih nyata/konkrit. Alat bantu
adalah alat (benda) yang digunakan oleh guru untuk mempermudah tugas dalam
mengajar. Audio-Visual Aids (AVA) mempunyai pengertian dan tujuan yang sama
hanya saja penekanannya pada peralatan audio dan visual. Sedangkan alat bantu
belajar penekanannya pada pihak yang belajar (pembelajar). Semua istilah
tersebut, dapat kita rangkum dalam satu istilah umum yaitu media pembelajaran.
- Perkembangan
Konsepsi Media Pembelajaran
Pada
awal sejarah pendidikan, guru merupakan satu-satunya sumber untuk memperoleh
pelajaran. Dalam perkembangan selanjutnya, sumber belajar itu kemudian
bertambah dengan adanya buku. Pada masa itu kita mengenal tokoh bernama Johan
Amos Comenius yang tercatat sebagai orang pertama yang menulis buku bergambar
yang ditujukan untuk anak sekolah. Buku tersebut berjudul Orbis Sensualium
Pictus (Dunia Tergambar) yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1657.
Penulisan buku itu dilandasi oleh suatu konsep dasar bahwa tak ada sesuatu
dalam akal pikiran manusia, tanpa terlebih dahulu melalui penginderaan.
Dari
sinilah para pendidik mulai menyadari perlunya sarana belajar yang dapat
memberikan rangsangan dan pengalaman belajar secara menyeluruh bagi siswa
melalui semua indera, terutama indera pandang-dengar.
Kalau
kita amati lebih cermat lagi, pada mulanya media pembelajaran hanyalah dianggap
sebagai alat untuk membantu guru dalam kegiatan mengajar (teaching aids). Alat
bantu mengajar yang mula-mula digunakan adalah alat bantu visual seperti
gambar, model, grafis atau benda nyata lain. Alat-alat bantu itu dimaksudkan
untuk memberikan pengalaman lebih konkrit, memotivasi serta mempertinggi daya
serap dan daya ingat siswa dalam belajar.
Sekitar
pertengahan abad 20 usaha pemanfaatan alat visual mulai dilengkapi dengan
peralatan audio, maka lahirlah peralatan audio visual pembelajaran. Usaha-usaha
untuk membuat pelajaran abstrak menjadi lebih konkrit terus dilakukan. Dalam
usaha itu, Edgar Dale membuat klasifikasi 11 tingkatan pengalaman belajar dari
yang paling konkrit sampai yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut kemudian
dikenal dengan nama “Kerucut Pengalaman” (Cone of Experience) dari Edgar Dale.
Ketika itu, para pendidik sangat terpikat dengan kerucut pengalaman itu,
sehingga pendapat Dale tersebut banyak dianut dalam pemilihan jenis media yang
paliing sesuai untuk memberikan pengalaman belajar tertentu pada siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar