Kata
korelasi berasal dari bahasa Inggris correlation yang artinya hubungan,
saling hubungan, hubungan timbal balik. Dalam ilmu statistic korelasi adalah
hubungan antara dua variabel atau lebih, hubungan antara dua variabel dikenal
dengan istilah Bivariate correlation sedangkan hubungan antar lebih dari
dua variable disebut Multivariate correlation.
Direct
Correlation (Positive Correlation). Jika kenaikan nilai X diikuti oleh
kenaikan nilai Y dan sebaliknya terjadi penurunan nilai X juga diikuti oleh
penurunan nilai Y, atau dengan kata lain perubahan pada satu variabel diikuti
oleh perubahan variabel yang secara teratur dengan arah gerakan yang sama,
hubungan ini disebut sebagai positive correlation. Misalnya, dengan
bertambahnya umur pohon ternyata hasil sadapan karet juga meningkat, maka hal
ini berarti bahwa antara umur dengan volume getah mempunyai korelasi yang
positif. Contoh lain adalah kualitas barang dengan harga yang ditawarkan.
Semakin mahal harga suatu barang, maka semakin berkualitas barang tersebut.
Inverse
Correlation (Negative Correlation). Jika kenaikan nilai X justru diiringi
dengan penurunan nilai Y dan sebaliknya penurunan nilai X dibarengi dengan
kenaikan nilai Y, atau dengan kata lain perubahan pada satu variabel diikuti
oleh perubahan variabel yang lain secara teratur dengan arah gerakan yang
berlawanan, hubungan seperti ini yang disebut sebagai negative correlation. Misalnya
hubungan antara harga dengan jumlah penjualan. Biasanya kalau harga naik, omset
penjualan akan berkurang.
Selain
arah korelasi, permasalahan yang juga penting adalah seberapa besar tingkat
keeratan hubungan antara dua variabel. Misalnya ada yang mengatakan hubungan
antara merokok dengan narkoba sangat erat. Maka akan muncul pertanyaan seberapa
erat hubungan tersebut?. Untuk menentukan keeratan hubungan tentu akan lebih
mudah kalau kita membacanya dalam angka bukan kualitatif. Penyelidikan
untuk mengetahui hubungan antara dua variabel diawali dengan usaha untuk
menemukan bentuk terdekat dari hubungan tersebut dengan cara menyajikan dalam
bentuk diagram pencar (scatter plot).
Diagram
ini menggambarkan titik-titik pada bidang X dan Y, di mana setiap titik
ditentukan oleh pasangan nilai X dan Y. Apabila dari diagram pencar tersebut
dapat ditarik garis yang sesuai dengan pola diagram pencar tersebut, berarti
variabel-variabel itu memiliki hubungan yang linier. Sebaliknya jika pada
diagram pencar tersebut tidak dapat ditarik garis yang mengandung pola tertentu,
hubungan yang terjadi adalah non linier.
Ukuran
yang menentukan terpencarnya titik-titik pada diagram pencar sekitar garis
lurus yang paling sesuai dengan letak titik-titik itu dan jika antara
variabel-variabel itu mempunyai hubungan linier, dinamakan koefisien korelasi.
Dengan kata lain, koefisien korelasi merupakan ukuran besar kecilnya atau kuat
tidaknya hubungan antara variabel-variabel apabila bentuk hubungan tersebut
linier. Koefisien korelasi sering dilambangkan dengan huruf (r). Koefisien
korelasi dinyatakan dengan bilangan, bergerak antara 0 sampai +1 atau 0 sampai
-1. Nilai korelasi mendekati +1 atau -1 berarti terdapat hubungan yang kuat,
sebaliknya korelasi yang mendekati nilai 0 berarti terdapat hubungan yang
lemah. Apabila korelasi sama dengan 0, berarti antara kedua variabel tidak
terdapat hubungan sama sekali. Apabila korelasi +1 atau -1, berarti terdapat
hubungan yang sempurna antara kedua variabel.
Notasi
positif (+) atau negative (-) menunjukkan arah hubungan antara kedua variabel.
Notasi positif (+) berarti hubungan antara kedua variabel searah (positive
correlation), jika variabel satu naik maka variabel yang lain juga naik.
Notasi negative (-) berarti kedua variabel berhubungan terbalik (negative
correlation), artinya kenaikan satu variabel akan diikuti dengan penurunan
variabel lainnya. Arah dan nilai koefisien dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Jika nilai r 0, artinya telah
terjadi hubungan yang linier positif (positive correlation), yaitu makin
besar nilai variabel X makin besar pula nilai variabel Y, atau makin kecil
nilai variabel X makin kecil pula nilai variabel Y yang akan diprediksi.
2. Jika, nilai r 0, artinya telah
terjadi hubungan yang linier negatif (negative correlation), yaitu makin
besar nilai variabel X makin kecil nilai variabel Y, atau makin kecil nilai
variabel X maka makin besar pula nilai variabel Y.
3. Jika, nilai r = 0, artinya tidak ada
hubungan sama sekali antara variabel X dan variabel Y.
4. Jika nilai r = 1 atau r = -1, maka
dapat dikatakan telah terjadi hubungan linier sempurna, berupa garis lurus,
sedangkan untuk r yang makin mengarah ke angka 0 (nol) maka garis makin tidak
lurus.
Hal
yang harus dijelaskan disini adalah bahwa analisis korelasi hanya mengukur
ko-variasi. Pengukuran ini bersifat numeric dan menunjukkan suatu korelasi yang
terdapat antara dua atau lebih variabel. Pengukuran ini tidak menunjukkan
adanya hubungan sebab-akibat, ini adalah suatu hal yang harus digarisbawahi.
Dua variabel yang sudah terbukti mempunyai hubungan atau korelasi tidak berarti
mempunyai hubungan sebab-akibat, tetapi hubungan sebab-akibat pasti menunjukkan
bahwa kedua variabel mempunyai hubungan. Terdapat tiga jenis pembagian
korelasi, yaitu pertama: korelasi positif dan korelasi negatif yang telah
diuraikan di atas Kedua korelasi sederhana, parsial, dan ganda. Ketiga,
korelasi linier dan linier.
Korelasi
sederhana terjadi apabila variabel yang kita pelajari hanya dua buah, sedangkan
untuk korelasi parsial dan ganda lebih dari dua variabel terlibat dan kita
mempelajarinya secara bersamaan. Korelasi ganda berisi pengukuran hubungan
antara satu variabel dependen (bebas) dan dua atau lebih variabel independen
(terikat). Sedangkan dalam korelasi parsial, kita mengukur hubungan antara satu
variabel dependen (bebas) dan satu variabel independen (terikat) dengan
mengasumsikan bahwa variabel yang lainnya dalam keadaan konstan.
Korelasi
dikatakan linier apabila perbandingan besar perubahanyang terjadi pada satu
variabel sama dengan besar perubahanyang terjadi pada variabel yang lain.
Sedangkan korelasi non-linier terjadi apabila perbandingan besar perubahan yang
terjadi pada satu variabel tidak sama dengan besar perubahanyang terjadi pada
variabel yang lain. Hubungan linier dan non-linier dapat kita lihat ketika kita
memetakan hubungan yang ada dalm grafik, terlihat korelasi linier membentuk
garis lurus, sedangkan korelasi non-linier membentuk kurva.
Uji
hubungan melalui teknik statistik korelasi dapat dilakukan terhadap bermacam
data, baik data yang berskala interval, ordinal maupun nominal. Korelasi yang
dipergunakan untuk uji hubungan antarsesama data interval adalah korelasi
produk moment dari Pearson (Pearson product moment correlation). Jika
yang dikorelasikan adalah antara data yang berskala ordinal, teknik korelasi
yang digunakan adalah korelasi tata jenjang (rank-order correlation).
Sebaliknya jika yang dikorelasikan adalah antara data berskala interval dengan
yang berskala nominal, teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi
point-biserial (point-biserial correlation). Adapun tujuan teknik
analisis korelasional adalah sebagai berikut:
1. Ingin mencari bukti apakah benar
terdapat korelasi antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya
berdasarkan data yang ada atau diperoleh.
2. Ingin menjawab pertanyaan apakah
korelasi antar variabel tersebut termasuk korelasi yang kuat, cukupan atau
lemah (kalau memang ada korelasinya).
3. Ingin memperoleh kejelasan dan
kepastian apakah korelasi antar variabel tersebut merupakan korelasi yang
signifikan atau tidak.
4. Untuk mengadakan interpretasi mengenai
besarnya koefisien korelasi dengan ketentuan : antara 0,8 s/d 1.0 (sangat
tinggi), 0,6 s/d 0,8 (tinggi), 0,4 s/d 0,6 (cukup), 0,2 s/d 0,4 (rendah), dan
0,0 s/d 0,2 (rendah sekali).
Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Borg dan Gall bukunya Educational Research,
terdapat 10 macam teknik perhitungan korelasi, diantaranya teknik korelasi product moment, rank order, kontingensi, point biserial,
phi, dan regresi.
TEKNIK KORELASI PRODUCT MOMENT
Teknik korelasi product moment
merupakan salah satu teknik untuk mencari tingkat keeratan hubungan antara dua
variable dengan cara memperkalikan momen-momen (hal-hal terpenting) kedua
variable tersebut. Korelasi prouct
moment seringkali disebut korelasi Pearson (sesuai nama orang yang
mengembangkan teknik ini). Teknik ini
dapat diterapkan jika beberapa persyaratan berikut ini terpenuhi, yaitu:
1. Data
variable yang dikorelasikan berjenis data kontinu atau berupa interval.
2. Sampel
yang ditelitinya memenuhi syarat homogenitas.
3. Bentuk
hubungannya merupakan regresi yang linear.
Berdasarkan persyaratan diatas, untuk menghitung korelasi
linear antara dua variabel ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1. Merumuskan
hipotesis
2. Menentukan
persamaan regresi kedua variable
3. Menguji
linearitas regresinya
4. Jika
regresinya linear, dilanjutkan dengan menghitung nilai koefisien korelasi ( r )
product moment
5. Menguji
hipotesis berdasarkan nilai koefisien korelasi ( r ) untuk sampel, sedangkan
untuk populasi adalah ρ
(rho).
Syarat lain untuk populasi adalah:
5.1. Jika ρ
= 0 artinya tidak berkorelasi linear
5.2.
Jika ρ
= 0 dilanjutkan menghitung interval
6. Jika
pada langkah (3) diketahuo regresinya tidak linear, pengujian korelasi
dilakukan dengan statistic nonparametric.
Langkah-langkah
diatas menjadi baku dalam menganalisis korelasi linear antarvariabel, hanya
rumus r-nya saja yang disesuaikan dengan kondisi data yang ada.
Teknis analisis
korelasi Pearson atau Product Moment sangat familiar digunakan oleh berbagai
kalangan, karena mudah dipahami dan langsung menggunakan data yang ada tanpa
perlu adanya modifikasi. Korelasi product moment melukiskan hubungan antara dua
gejala interval, seperti tinggi badan dan berat badan, jauh loncatan dan tinggi
loncatan, prestasi matematika dan prestasi statistik dan sebagainya. Dengan
demikian teknik ini bisa diterapkan dalam suatu penelitian apabila data yang
digali atau diselidiki itu merupakan data kontinum yakni kedua data tersebut
merupakan gejala interval atau data interval. Analisis korelasi Pearson
digunakan untuk jenis statistik parametrik.
Koefisien korelasi
pearson dirumuskan sebagai berikut:
Contoh : Tabel 5.1. Berikut data umur
domba produktif, dengan produksi susu yang diteliti. Hasil penelitian sebagai
berikut.
Umur (bulan)
|
Susu (mili Liter)
|
Umur (bulan)
|
Susu (mili Liter)
|
11
10
18
19
12
13
|
1410
1320
1700
1720
1500
1550
|
20
15
16
17
14
|
1890
1550
1600
1620
1580
|
Kita akan menghitung
koefisien korelasi Pearson dengan perhitungan manual dengan rumus sebagai
berikut.
No
|
—
|
Y
|
X2
|
Y2
|
X
Y
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
|
11
10
18
19
12
13
20
15
16
17
14
|
1.410
1.320
1.700
1.720
1.500
1.550
1.890
1.550
1.600
1.620
1.580
|
121
100
324
361
144
169
400
225
256
289
196
|
1.988.100
1.742.400
2.890.000
2.958.400
2.250.000
2.402.500
3.572.100
2.402.500
2.560.000
2.624.400
2.496.400
|
15.510
13.200
30.600
32.680
18.000
20.150
37.800
23.250
25.600
27.540
22.120
|
JML
|
165
|
17.440
|
2.585
|
27.886.800
|
266.450
|
Jadi ada korelasi
positif sebesar 0,951 antara umur domba dengan jumlah susu yang dihasilkan. Hal
ini berarti semakin tinggi umur domba, maka akan semakin besar pula jumlah susu
yang dihasilkan. Apakah koefisien korelasi hasil perhitungan tersebut
signifikan (dapat digeneralisasikan) atau tidak, maka perlu dibandingkan dengan
r tabel, dengan taraf kesalahan tertentu. Bila taraf kesalahan ditetapkan 5 %,
(taraf kepercayaan 95 %) dan N = 11, maka harga r tabel = 0,602. Ternyata harga
r hitung lebih besar dari harga r tabel, sehingga hipotesis mula-mula ditolak
dan hipotesis alternatif diterima.
Jadi kesimpulannya
ada hubungan positif dan signifikan antara umur domba dengan jumlah susu yang
dihasilkan sebesar 0,951. Data dan koefisien yang diperoleh dalam sampel
tersebut dapat digeneralisasikan pada populasi di mana sampel diambil atau data
tersebut mencerminkan keadaan populasi. Dalam analisis korelasi terdapat suatu
angka yang disebut dengan koefisien determinasi, yang besarnya adalah kuadrat
dari koefisien korelasi (r2).
Koefisien ini disebut
koefisien penentu, karena varian yang terjadi pada variabel dependen dapat
dijelaskan melalui varian yang terjadi pada variabel independen. Untuk contoh
di atas ditemukan nilai r = 0,951, dan nilai koefisien determinasinya = r2
= 0,9512 = 0,904. Hal ini berarti varian yang terjadi pada variabel
jumlah susu yang dihasilkan 90,4 % dapat dijelaskan melalui varian yang terjadi
pada variabel umur domba, dan 9,6 % disebabkan oleh faktor lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar